Kasus bunuh diri terjadi lagi yang disebabkan oleh cyberbullying. Benarkah cyberbullying memiliki dampak cukup serius terhadap manusia khususnya remaja.
Sampai sekarang, di banyak negara di dunia, kasus bullying baik secara langsung atau juga melalui perangkat elektronik seperti sebuah handset atau juga melalui jejaring sosial masih kerap terjadi.
Kali ini ada sebuah kasus serupa yang terjadi di Florida. Seorang remaja wanita melompat dari sebuah menara karena dia sering diejek dan mendapatkan banyak permintaan untuk segera mengakhiri hidupnya.
Dikutip dari The New York Times (14/09), remaja bernama Rebecca Ann Sedwick (12) ini sebelumnya pernah melakukan percobaan bunuh diri dengan melukai bagian tubuhnya dengan menggunakan senjata tajam, namun nyawanya masih tertolong.
Dia sangat stres dan depresi karena ulah cyberbullying yang dia dapatkan di sekolahnya.
Menjadi satu hal yang cukup ironis kenapa hal tersebut masih kerap terjadi walaupun sudah banyak korban bunuh diri berjatuhan?
Di Amerika Serikat dan negara lain, cyberbullying sering terjadi pada para remaja usia sekolah. Remaja ini menjadi korban cyberbullying karena alasan-alasan yang sangat remeh, seperti memiliki penampilan yang salah, melakukan satu kesalahan kecil, bahkan karena mereka terlalu banyak disukai orang lain.
Sebagian besar, aksi cyberbullying ini dilakukan melalui jejaring sosial dan perangkat gadget yang telah dilengkapi dengan fitur chatting. Ironisnya, banyak para pengguna jejaring sosial yang menganggap cyberbullying sebagai tindakan yang menyenangkan.
Tindakan bullying adalah perilaku atau tindakan yang agresif untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang sehingga korban merasa trauma, tertekan dan tidak berdaya. Dampak yang dialami oleh korban cyberbullying sangatlah berbahaya.
Korban cyberbullying dapat mengalami gangguan kesejahteraan psikologis yang rendah. Korban akan merasa takut, rendah diri, penyesuaian sosial yang buruk, menarik dirinya dari pergaulan, prestasi akademik yang menurun karena mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi belajar, bahkan yang paling parah adalah adanya keinginan atau tindakan untuk bunuh diri.
Bahkan, sebuah penelitian terbaru dari Centre for Studies on Human Stress (CSHS) dan para ahli di University de Montral menyebutkan kalau bullying mengubah struktur gen yang mengatur suasana hati. Sehingga korban berisiko lebih rentan mengalami masalah kesehatan mental saat mereka dewasa.
Seorang ahli yang menangani masalah kejiwaan, perkembangan di usia anak dan remaja sekaligus psikolog bernama Dr Andrew Adesman menjelaskan, "Bullying di elektronik di antara remaja bisa mengancam rasa kepercayaan diri, kondisi mental, dan status sosial mereka."
Dr Adesman juga menambahkan bahwa meskipun teknologi semakin canggih, namun orang tua dan sekolah perlu memahami kalau kecanggihan tersebut membawa potensi berbahaya bagi remaja.
Cyberbullying juga dikatakan sebagai bentuk bullying yang tersembunyi, karena sedikit orang yang tahu. Namun dampaknya bisa sangat menghancurkan kondisi korban.
Sampai sekarang, di banyak negara di dunia, kasus bullying baik secara langsung atau juga melalui perangkat elektronik seperti sebuah handset atau juga melalui jejaring sosial masih kerap terjadi.
Kali ini ada sebuah kasus serupa yang terjadi di Florida. Seorang remaja wanita melompat dari sebuah menara karena dia sering diejek dan mendapatkan banyak permintaan untuk segera mengakhiri hidupnya.
Dikutip dari The New York Times (14/09), remaja bernama Rebecca Ann Sedwick (12) ini sebelumnya pernah melakukan percobaan bunuh diri dengan melukai bagian tubuhnya dengan menggunakan senjata tajam, namun nyawanya masih tertolong.
Dia sangat stres dan depresi karena ulah cyberbullying yang dia dapatkan di sekolahnya.
Menjadi satu hal yang cukup ironis kenapa hal tersebut masih kerap terjadi walaupun sudah banyak korban bunuh diri berjatuhan?
Di Amerika Serikat dan negara lain, cyberbullying sering terjadi pada para remaja usia sekolah. Remaja ini menjadi korban cyberbullying karena alasan-alasan yang sangat remeh, seperti memiliki penampilan yang salah, melakukan satu kesalahan kecil, bahkan karena mereka terlalu banyak disukai orang lain.
Sebagian besar, aksi cyberbullying ini dilakukan melalui jejaring sosial dan perangkat gadget yang telah dilengkapi dengan fitur chatting. Ironisnya, banyak para pengguna jejaring sosial yang menganggap cyberbullying sebagai tindakan yang menyenangkan.
Tindakan bullying adalah perilaku atau tindakan yang agresif untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang sehingga korban merasa trauma, tertekan dan tidak berdaya. Dampak yang dialami oleh korban cyberbullying sangatlah berbahaya.
Korban cyberbullying dapat mengalami gangguan kesejahteraan psikologis yang rendah. Korban akan merasa takut, rendah diri, penyesuaian sosial yang buruk, menarik dirinya dari pergaulan, prestasi akademik yang menurun karena mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi belajar, bahkan yang paling parah adalah adanya keinginan atau tindakan untuk bunuh diri.
Bahkan, sebuah penelitian terbaru dari Centre for Studies on Human Stress (CSHS) dan para ahli di University de Montral menyebutkan kalau bullying mengubah struktur gen yang mengatur suasana hati. Sehingga korban berisiko lebih rentan mengalami masalah kesehatan mental saat mereka dewasa.
Seorang ahli yang menangani masalah kejiwaan, perkembangan di usia anak dan remaja sekaligus psikolog bernama Dr Andrew Adesman menjelaskan, "Bullying di elektronik di antara remaja bisa mengancam rasa kepercayaan diri, kondisi mental, dan status sosial mereka."
Dr Adesman juga menambahkan bahwa meskipun teknologi semakin canggih, namun orang tua dan sekolah perlu memahami kalau kecanggihan tersebut membawa potensi berbahaya bagi remaja.
Cyberbullying juga dikatakan sebagai bentuk bullying yang tersembunyi, karena sedikit orang yang tahu. Namun dampaknya bisa sangat menghancurkan kondisi korban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar